OMPUNG SILAMPONGA
Konon katanya, nama Lampung berasal dari nama seorang yang terdampar setelah berlayar mengarungi lautan. Orang itu bernama Ompung Silamponga berasal dari Tapanuli. Ompung Silamponga juga memiliki dua saudara. Suatu hari mereka bertiga berlayar. Ketika rakit yang digunakan menepi ke daraatan, Ompung Silamponga tidak turun. Kedua saudaranya meninggalkannya. Karena ombak yang cukup besar menyebabkan Ompung Silamponga bersama rakitnya terbawa arus. Ompung Silamponga juga tidak memiliki bekal makanan yang cukup. Ditengah-tengah hantaman ombak, Ompung Silamponga merasa kelaparan tubhnya lemas sehingga membuatnya sakit dan tak sadarkan diri terombang-ambing tanpa mengetahui ke mana arahnya. Sampai rakitnya menabrak sebuah karang.
Esok
harinya Ompung Silamponga tersadar, rakitnya tersangkut di batu karang. Ompung
Silamponga turun ke darat mencari sesuatu yang bisa dimakan. Di tempatnya
terdampar itu ia tidak menemuka orang ataunelayan, maka Ompung Silamponga
meneruskan perjalanannya ke tengah hutan. Di hutan ia mendapatkan buah-buahan
yang bisa dimakannya. Ompung Silamponga mengingat-ingat kedua saudaranya yang
entah berada dimana. Tapi ia tak putus asa, terus mencari dan berharap akan
bertemu kembali dengan kedua saudaranya itu.
Ompung
Silamponga naik ke sebuah bukit yang tinggi. Dengan berdiri di tempat yang
tinggi ia berharap bisa melihat kedua saudaranya. Namun, sejauh matanya
memandang yang terlihat hanyalah pemandangan alam yang begitu indah.
“Alangkah
indahnya pemandangan di sini.” Kata Ompung Silamponga dalam hatinya.
Karena
tak menemukan yang dicarinya, Ompung Silamponga turun dari bukit berjalan
menuju ke sebuah lembah. Lembah itu juga memiliki pemandangan yang indah. Ada
sungai yang mengalir dan tanahnya datar.
Secara
kebetulan, di tempat itu ia bertemu dengan beberapa orang. Ompung Silamponga
terkejut bertemu orang-orang itu. Orang-orang itu tidak mengenakan pakaian
sebagaimana yang dikenakan Ompung Silamponga. Mereka bertelanjang dada.
Sedangkan bagian bawah tubuh mereka hanya ditutupi dengan dedaunan. Mereka juga
tidak memiliki gubuk untuk berteduh bila malam tiba. Mereka tidur di antara
sela-sela akar pohon yang besar. Ketika siang hari, mereka berjalan masuk
keluar hutan, mereka memburu hewan-hewan yang ada di hutan. Mereka juga mencari
ikan di sungai.
Ompung
Silamponga merasa aneh melihat cara hidup orang-orang ditemuinya itu. Dan
untungnya, baik Ompung Silamponga dan orang-orang itu tidak saling mengganggu.
Di tempatnya yang baru itu Ompung Silamponga bekerja sendiri. Ia menebang dahan-dahan
pohon untuk mendirikan gubuk, daun-daun kelapa yang telah jatuh di tanah
dianyam oleh Ompung Silamponga untuk dijadikan atap gubuknya. Akhirnya Ompung
Silamponga memiliki gubuk. Dialah satu-satunya orang di hutan itu yang memiliki
gubuk sebagai tempat tinggalnya.
Ompung
Silamponga melanjutkan pekerjaannya membuka sebidang tanah. Tanah itu
dicangkulinya dan ditanami ubi kayu dan ubi rambat. Beberapa bulan bisa dipanen
dan hasil panennya banyak. Ompung Silamponga membagi-bagikan kepada orang-orang
itu.
Mereka
senang bisa ikut menikmati hasil panen Ompung Silamponga. Mereka saling
membantu dan akrab. Ompung Silamponga secara tidak langsung mengajari bercocok
tanam. Kemudian, mereka ikut-ikutan membuat gubuk. Orang-orang itupun jadi
menaruh hormat kepada Ompung Silamponga.
Lama-kelamaan,
Ompung Silamponga dan orang-orang itu memiliki kebun yang sangat luas. Hasil
kebun sangat melimpah. Ompung Silamponga mengajari mereka untuk tetap tinggal
di tempat yang telah dibangun.
“Kita tak
perlu berpindah-pindah tempat. Tempat ini sudah memberikan kita hasil panen
yang banyak.” Kata Ompung Silamponga kepada orang-orang itu. Orang-orang itu
masih tidak bisa mengerti apa yang dimaksdukan Ompung Silamponga. Keesokan
harinya, Ompung Silamponga membuat sebuah gerobak. Gerobak itu kemudian diisi
dengan hasil panen mereka.
Gerobak
penuh berisi hasil panen dibawa Ompung Silamponga ke sebuah tepi sungai. Di
tepi sungai hasil panen diletakkan di sebuah gubuk yang telah dibuat. Setelah
itu, Ompung Silamponga membuat perahu. Oleh Ompung Silamponga, perahu itu diisi
hasil panen. Ia bersama seorang teman menaiki perahu. Mereka menyisiri aliran
air sungai. Ompung Silamponga membawa hasil panennya ke tempat ramai, turun ke
darat menemui orang-orang dan berbincang-bincang. Kepada orang itu, Ompung
Silamponga menunjukkan hasil panennya yang berada di perahu.
“ Ya,
saya mau. Bisa bawa lebih banyak?” Tanya orang yang baru ditemuinya itu.
“Saya
punya banyak. Besok saya bawa hasil panen ini ke sini.” Jawab Ompung
Silamponga.
Bersama
temannya, Ompung Silamponga kembali ke tempat mereka. Setiba di tempat mereka,
orang itu bercerita tentang kejadian hari itu kepada teman-teman mereka. Ompung
Silamponga telah menjual hasil tanaman kita, orang-orang di sungai sebelah sana
akan membeli hasil panen kita.
“Nah ini.
Tadi aku menjual hasil panen kita dan uang hasil panen itu kubelikan baju untuk
kalian. Sekarang pakailah baju-baju ini.” Pinta Ompung Silamponga kepada
teman-temannya.
Orang-orang
yang dulunya belum mengenakan baju, setelah kejadian jual-beli hari itu kini
mengenakan baju.
Keesokan
harinnya, seorang saudagar datang menemui Ompung Silamponga. Saudagar itu
merasa senang setelah malihat hasil panen yang begitu melimpah di tempat Ompung
Silamponga dan teman-temannya. Saudagar itu membeli banyak hasil panen.
“Kami
juga mencari buah tanaman ini.” Kata saudagar itu sambil menunjukkan biji kopi.
“Bisakah
saya membeli biji-biji ini, nanti kami akan menanamnya di tanah kami dan
menjualnya kepada kalian.” Kata Ompung Silamponga.
“Oh,
tentu. Silahkan, kami sangat senang jika kita bisa bekerja sama.” Balas
saudagar itu.
Sejak
saat itu, perniagaan di tempat Ompung Silamponga kian ramai dikunjungi pedagang
dari berbagai tempat. Sungai menjadi jalur hilir-mudik perahu-perahu para
pedagang. Ompung Silamponga dan teman-temannya tidak hanya menghasilkan panen
umbi-umbian dan sayur-mayur, tetapi juga menjual biji-biji kopi. Kopi hasil
panen di tempat Ompung Silamponga cukup melimpah.
Ini
karena penduduknya bertambah ramai. Yang tinggal di situ bukan hanya Ompung
Silamponga dan beberapa temannya, tetapi juga banyak orang lain dari berbagai
daerah. Tempat itu pun dikenal dengan nama Lampung yang berasal dari nama
Ompung. Kini Lampung dikenal sebagai penghasil kopi terbaik.
Sumber :
Legenda di Daerah Lampung, yang diceritakan kembali oleh Achmad. D.,
diterbitkan oleh Pustaka Anak Indonesia, Cibubur, Jakarta
No comments:
Post a Comment