Friday, 8 November 2019

CERITA RAKYAT DARI LAMPUNG


OMPUNG SILAMPONGA

Konon katanya, nama Lampung berasal dari nama seorang yang terdampar setelah berlayar mengarungi lautan. Orang itu bernama Ompung Silamponga berasal dari Tapanuli. Ompung Silamponga juga memiliki dua saudara. Suatu hari mereka bertiga berlayar. Ketika rakit yang digunakan menepi ke daraatan, Ompung Silamponga tidak turun. Kedua saudaranya meninggalkannya. Karena ombak yang cukup besar menyebabkan Ompung Silamponga bersama rakitnya terbawa arus. Ompung Silamponga juga tidak memiliki bekal makanan yang cukup. Ditengah-tengah hantaman ombak, Ompung Silamponga merasa kelaparan tubhnya lemas sehingga membuatnya sakit dan tak sadarkan diri terombang-ambing tanpa mengetahui ke mana arahnya. Sampai rakitnya menabrak sebuah karang.

Esok harinya Ompung Silamponga tersadar, rakitnya tersangkut di batu karang. Ompung Silamponga turun ke darat mencari sesuatu yang bisa dimakan. Di tempatnya terdampar itu ia tidak menemuka orang ataunelayan, maka Ompung Silamponga meneruskan perjalanannya ke tengah hutan. Di hutan ia mendapatkan buah-buahan yang bisa dimakannya. Ompung Silamponga mengingat-ingat kedua saudaranya yang entah berada dimana. Tapi ia tak putus asa, terus mencari dan berharap akan bertemu kembali dengan kedua saudaranya itu.

Ompung Silamponga naik ke sebuah bukit yang tinggi. Dengan berdiri di tempat yang tinggi ia berharap bisa melihat kedua saudaranya. Namun, sejauh matanya memandang yang terlihat hanyalah pemandangan alam yang begitu indah.
“Alangkah indahnya pemandangan di sini.” Kata Ompung Silamponga dalam hatinya.
Karena tak menemukan yang dicarinya, Ompung Silamponga turun dari bukit berjalan menuju ke sebuah lembah. Lembah itu juga memiliki pemandangan yang indah. Ada sungai yang mengalir dan tanahnya datar.

Secara kebetulan, di tempat itu ia bertemu dengan beberapa orang. Ompung Silamponga terkejut bertemu orang-orang itu. Orang-orang itu tidak mengenakan pakaian sebagaimana yang dikenakan Ompung Silamponga. Mereka bertelanjang dada. Sedangkan bagian bawah tubuh mereka hanya ditutupi dengan dedaunan. Mereka juga tidak memiliki gubuk untuk berteduh bila malam tiba. Mereka tidur di antara sela-sela akar pohon yang besar. Ketika siang hari, mereka berjalan masuk keluar hutan, mereka memburu hewan-hewan yang ada di hutan. Mereka juga mencari ikan di sungai.

Ompung Silamponga merasa aneh melihat cara hidup orang-orang ditemuinya itu. Dan untungnya, baik Ompung Silamponga dan orang-orang itu tidak saling mengganggu. Di tempatnya yang baru itu Ompung Silamponga bekerja sendiri. Ia menebang dahan-dahan pohon untuk mendirikan gubuk, daun-daun kelapa yang telah jatuh di tanah dianyam oleh Ompung Silamponga untuk dijadikan atap gubuknya. Akhirnya Ompung Silamponga memiliki gubuk. Dialah satu-satunya orang di hutan itu yang memiliki gubuk sebagai tempat tinggalnya.

Ompung Silamponga melanjutkan pekerjaannya membuka sebidang tanah. Tanah itu dicangkulinya dan ditanami ubi kayu dan ubi rambat. Beberapa bulan bisa dipanen dan hasil panennya banyak. Ompung Silamponga membagi-bagikan kepada orang-orang itu.
Mereka senang bisa ikut menikmati hasil panen Ompung Silamponga. Mereka saling membantu dan akrab. Ompung Silamponga secara tidak langsung mengajari bercocok tanam. Kemudian, mereka ikut-ikutan membuat gubuk. Orang-orang itupun jadi menaruh hormat kepada Ompung Silamponga.

Lama-kelamaan, Ompung Silamponga dan orang-orang itu memiliki kebun yang sangat luas. Hasil kebun sangat melimpah. Ompung Silamponga mengajari mereka untuk tetap tinggal di tempat yang telah dibangun.
“Kita tak perlu berpindah-pindah tempat. Tempat ini sudah memberikan kita hasil panen yang banyak.” Kata Ompung Silamponga kepada orang-orang itu. Orang-orang itu masih tidak bisa mengerti apa yang dimaksdukan Ompung Silamponga. Keesokan harinya, Ompung Silamponga membuat sebuah gerobak. Gerobak itu kemudian diisi dengan hasil panen mereka.

Gerobak penuh berisi hasil panen dibawa Ompung Silamponga ke sebuah tepi sungai. Di tepi sungai hasil panen diletakkan di sebuah gubuk yang telah dibuat. Setelah itu, Ompung Silamponga membuat perahu. Oleh Ompung Silamponga, perahu itu diisi hasil panen. Ia bersama seorang teman menaiki perahu. Mereka menyisiri aliran air sungai. Ompung Silamponga membawa hasil panennya ke tempat ramai, turun ke darat menemui orang-orang dan berbincang-bincang. Kepada orang itu, Ompung Silamponga menunjukkan hasil panennya yang berada di perahu.
“ Ya, saya mau. Bisa bawa lebih banyak?” Tanya orang yang baru ditemuinya itu.
“Saya punya banyak. Besok saya bawa hasil panen ini ke sini.” Jawab Ompung Silamponga.

Bersama temannya, Ompung Silamponga kembali ke tempat mereka. Setiba di tempat mereka, orang itu bercerita tentang kejadian hari itu kepada teman-teman mereka. Ompung Silamponga telah menjual hasil tanaman kita, orang-orang di sungai sebelah sana akan membeli hasil panen kita.
“Nah ini. Tadi aku menjual hasil panen kita dan uang hasil panen itu kubelikan baju untuk kalian. Sekarang pakailah baju-baju ini.” Pinta Ompung Silamponga kepada teman-temannya.
Orang-orang yang dulunya belum mengenakan baju, setelah kejadian jual-beli hari itu kini mengenakan baju.

Keesokan harinnya, seorang saudagar datang menemui Ompung Silamponga. Saudagar itu merasa senang setelah malihat hasil panen yang begitu melimpah di tempat Ompung Silamponga dan teman-temannya. Saudagar itu membeli banyak hasil panen.
“Kami juga mencari buah tanaman ini.” Kata saudagar itu sambil menunjukkan biji kopi.
“Bisakah saya membeli biji-biji ini, nanti kami akan menanamnya di tanah kami dan menjualnya kepada kalian.” Kata Ompung Silamponga.
“Oh, tentu. Silahkan, kami sangat senang jika kita bisa bekerja sama.” Balas saudagar itu.

Sejak saat itu, perniagaan di tempat Ompung Silamponga kian ramai dikunjungi pedagang dari berbagai tempat. Sungai menjadi jalur hilir-mudik perahu-perahu para pedagang. Ompung Silamponga dan teman-temannya tidak hanya menghasilkan panen umbi-umbian dan sayur-mayur, tetapi juga menjual biji-biji kopi. Kopi hasil panen di tempat Ompung Silamponga cukup melimpah.
Ini karena penduduknya bertambah ramai. Yang tinggal di situ bukan hanya Ompung Silamponga dan beberapa temannya, tetapi juga banyak orang lain dari berbagai daerah. Tempat itu pun dikenal dengan nama Lampung yang berasal dari nama Ompung. Kini Lampung dikenal sebagai penghasil kopi terbaik.  

Sumber : Legenda di Daerah Lampung, yang diceritakan kembali oleh Achmad. D., diterbitkan oleh Pustaka Anak Indonesia, Cibubur, Jakarta


No comments:

Post a Comment

GETARAN - IPA KELAS 8 SEMESTER GENAP

Apakah Bunyi itu? Bagaimana manusia dapat mendengar? Proses mendengar merupakan salah satu akibat yang ditimbulkan oleh adanya “Getaran” da...